Selasa, 27 Januari 2015

Awas Jangan Pukul Muridmu !!

Dalam UU Perlindungan Anak, khususnya soal hak dan kewajiban anak dan pasal lain yang berkaitan dengan hak anak (18 pasal), sementara kewajiban hanya satu pasal saja (pasal 19). bunyi pasal 19 UU Perlindungan Anak ini: Setiap anak berkewajiban untuk : 
  1. Menghormati orang tua, wali, dan guru; 
  2. Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;
  3. Mencintai tanah air, bangsa, dan negara; 
  4. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan
  5. Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia. 

Maka Jika anak melanggar kewajiban No.1 & 3, 5 apakah di anggap melanggar hukum dan berhak dilaporkan kepada yang berwajib? Para Guru tidak berani bertindak tegas kepada murid karena takut terkena sanksi dari UU Perlindungan Anak. Bayangkan saja, terkena pasal 80 ayat (1) merupakan penderitaan yang amat sangat bagi guru yang berpenghasilan pas-pasan. Penjara atau tetap mengajar dengan ganti rugi sebesar 72 juta rupiah.

======================= 
Bolehkah Memukul Siswa ? 
=======================
 
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah ditanya tentang hukum memukul murid dengan tujuan memberikan pengajaran dan sebagai penekanan untuk menunaikan kewajiban yang dituntut dari mereka, juga dengan maksud membiasakan mereka agar tidak meremehkan kewajiban? Jawab: Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu menjawab: “Tidak apa-apa hal itu dilakukan, karena guru dan orangtua harus memerhatikan anak-anak didiknya. Siapa yang pantas dihukum maka diberikan hukuman, misalnya karena ia meremehkan kewajibannya. Semuanya dilakukan dengan tujuan agar anak terbiasa berakhlak dengan akhlak yang utama/mulia dan agar terus istiqamah dengan amal shalihnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah bersabda:

 مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ لِسَبْعٍ وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا لِعَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ 

 “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka telah berusia tujuh tahun dan pukullah mereka bila meninggalkan shalat pada usia sepuluh tahun serta pisahkanlah di antara mereka di tempat tidurnya.” (Ahmad dan Abu Dawud. Kata Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud, “Hadits hasan shahih.”) 

Anak laki-laki dipukul. Demikian pula anak perempuan bila sampai usia sepuluh tahun masih meninggalkan shalat. Anak yang seperti itu diberi pukulan pendidikan hingga ia istiqamah mengerjakan ibadah shalatnya. Demikian pula dalam kewajiban-kewajiban yang lain, dalam belajar mengajar, pekerjaan rumah, dan selainnya. Wajib bagi para wali dari anak-anak yang masih kecil, baik anaknya laki-laki ataupun perempuan, agar memerhatikan dan menyempatkan memberi arahan serta pengajaran kepada mereka. Namun yang harus diingat, pukulan yang diberikan kepada anak adalah pukulan yang ringan, tidak berbahaya bagi si anak sehingga dengannya akan tercapailah tujuan.” (Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah, hal. 573)  

============
Kadar Pukulan
============

Pukulan adalah salah satu wasilah dalam mentarbiyah anak, akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah pukulan yang seperti apakah bentuknya? Sehingga tidak keluar dari tujuan utama yaitu mengarahkan dan memperbaiki anak;

  •  Hendaknya tidak memukul siswa kecuali setelah diperingatkan atas kesalahannya dan diberikan nasehat, tanpa mengolok-oloknya. Renungkanlah nasehat Harun Ar Rasyid kepada pengajar anaknya:
 
 قال هارون الرشيد لمعلم ولده محمد الأمين: "يَا أَحْمَرُ إِنَّ أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ قَدْ دَفَعَ إِلَيْكَ مُهْجَةَ نَفْسِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ، فَصَيَّرَ يَدَكَ عَلَيْهِ مَبْسُوْطَةً وَطَاعَتَهُ لَكَ وَاجِبَةً، فَكُنْ لَهُ بِحَيْثُ وَضَعَكَ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ. أَقْرِئْهُ الْقُرْآنَ وَعَلِّمْهُ الْأَخْبَارَ وَرَوِّهِ الْأَشْعَارَ وَعَلِّمْهُ السُّنَنَ، وَبَصِّرْهُ بِمَوَاقِعِ الْكَلاَمِ وَبَدْئِهِ وَامْنَعْهُ مِنَ الضَّحِكِ إِلَّا فِيْ أَوْقَاتِهِ، وَخُذْهُ بِتَعْظِيْمِ مَشَايِخِ بَنِيْ هَاشِمٍ، إِذَا دَخَلُوْا عَلَيْهِ، وَرَفْعِ مَجَالِسِ الْقُوَّادِ، إِذَا حَضَرُوْا مَجْلِسَهُ. وَلَا تَمُرَّنَّ بِكَ سَاعَةً إِلَّا وَأَنْتَ مُغْتَنِمٌ فَائِدَةً تُفِيْدُهَا إِيَّاهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ تُحْزِنَهُ، فَتُمِيْتَ ذِهْنَهُ. وَلَا تُمْعِنْ فِيْ مُسَامَحَتِهِ، فَيَسْتَحْلِيَ الْفَرَاغَ وَيَأْلَفَهُ. وَقَوِّمْهُ مَا اسْتَطَعْتَ بِالْقُرْبِ وَالْمُلاَيَنَةِ، فَإِنْ أَبَاهُمَا فَعَلَيْكَ بِالشِّدَّة ِوَالْغِلْظَةِ" (مقدمة ابن خلدون ص 348
 
Harun Al Rasyid (salah satu khalifah Daulah ‘Abbasiyyah) berkata kepada pendidik anaknya Muhammad Al-amiin : “wahai Ahmar, sesungguhnya Amirul Mukminin (Harun Al Rasyid-pent) telah menyerahkan kepada anda belahan jiwa dan buah hatinya. Dia telah menjadikan engkau leluasa untuk mendidiknya, dan dia telah menjadikan ketaatan kepadamu adalah suatu kewajiban baginya. Oleh karena itu jadilah engkau seorang pendidik baginya sebagaimana yg telah ditetapkan Amirul Mukminin. Bacakanlah kepada anakku Al Qur’an dan, ajarkanlah ia tentang riwayat-riwayat, riwayatkanlah kepadanya syair-syair arab dan ajarkanlah ia sunnah Nabi Muhammad. Jelaskanlah kepadanya tentang penempatan kata-kata dan bagaimana seharusnya ia memulai pembicaraan. Laranglah ia untuk tertawa bukan pada tempatnya dan ajarilah ia adab dan tata krama dalam menghormati kaum tua dari kalangan Bani Hasyim ketika mereka menemuinya serta beritahulah ia tata cara menghormati para panglima kerajaan tatkala mereka mendatangi majlisnya. Dan janganlah engkau lewatkan kesempatan dan waktu melainkan engkau harus memberitahukan riwayat-riwayat kepadanya dengan tanpa menjadikan ia sedih dan mati hatinya karena riwayat-riwayat tersebut. Janganlah engkau terlalu longgar dalam mendidiknya sehingga membuat ia banyak membuang-buang waktu. Luruskanlah kepribadiannya semampumu dg melakukan pendekatan dan cara yg lembut, akan tetapi jika ia enggan maka gunakanlah cara yg keras dan tegas ” (Muqoddimah Ibnu Khaldun)
 
  • Hendaknya seorang anak yang diberi sangsi faham akan kesalahannya, sehingga tepat dalam memberikan pukulan. Suatu ketika Imam Ahmad ditanya tentang pukulan guru terhadap anak, maka beliau mengatakan: "Dengan kadar kesalahan yang diperbuat, sehingga membuat ia jera, dan jika ia masih kecil dan belum faham akan kesalahan dan perbuatan dosanya maka janganlah dipukul" (Al Mughni jilid 5 hal 537) 
  • Pendidik yakin bahwa metode pukulan ini tepat, maksudnya tercapainya tujuan yaitu memberikan pendidikan sekaligus arahan bagi siswa. Jika diprediksi hal itu tidak akan tercapai maka tidak boleh memukul siswa, karena pukulan hanyalah wasilah atau perantara untuk memperbaiki, dan wasilah itu tidak disyari'atkan jika tidak bisa tercapai maksud dan tujuannya.
  • Tidak memukul ketika sedang marah
  • Kadar pukulan adalah pukulan yang ringan, dan tidak boleh lebih dari tiga kali pukulan dan tidak melukainya (lihat al Mughni:8/327) 
  • Tidak boleh memukul pada tempat yang dilarang; yaitu wajah, kepala, dada, perut, dan yang bisa mematikan
 
========================
Nasehat Untuk Para Pendidik
========================
 
Nasihat Syaikh Utsaimin –rahimahullah-: “Hendaklah seorang guru menempatkan dirinya pada kedudukan seorang ayah yang lembut dan bijaksana agar pelajaran yang disampaikan memberi pengaruh yang mendalam di jiwa mereka.”

Sabtu, 31 Agustus 2013

Tersenyumlah

Sesungguhnya deraan ujian adalah sesuatu yang mesti dihadapi oleh semua insan yang telah menyatakan dirinya beriman. Karena dengan ujian itulah akan menjadi jelas; siapa yang jujur dan siapa yang dusta. Dengan ujian tersebut akan terlihat kualitas keimanan seorang hamba.
Namun ujian yang datang silih berganti, cobaan yang mendera tak kenal henti, terkadang membuat banyak orang berjatuhan dijalan kebenaran yang seharusnya ditempuh sampai mati. Tekad yang telah dibulatkan untuk meniti jejak generasi pilihan,  langkah yang sudah mulai diayunkan untuk menapaki jalan yang diridhai oleh Ar Rahmaan, tidak jarang kandas ditengah jalan karena tak kuasa menahan pahit-getirnya perjuangan.
Oleh karena itu, goresan pena yang sederhana ini sengaja kutulis. ku haturkan…
Kepada anda yang belum lama merasakan manisnya meretas jalan kebenaran…
Kepada anda yang baru saja mulai mengayunkan langkah dibawah naungan hidayah dengan berbekal keikhlasan…
Kepada anda yang telah berpatri hati untuk meniti jalan manusia pilihan…
Kepada anda yang tengah merasakan pahitnya keterasingan ditengah-tengah masyarakat yang telah jauh dari bimbingan kenabian…

Rabu, 23 Januari 2013

Busana Muslimah


dari kanan ke kiri (Godaan Syaithan) kalo dari kiri ke kanan (hidayah)

Busana muslimah, jilbab, adalah simbol identitas. Busana muslimah sekaligus merupakan simbol mental baja pemakainya. Gimana nggak, dalam kondisi masyarakat yang rusak bin amburadul ini masih ada orang yang berani tampil dan bangga dengan jilbab. Maklum saja, jaman sekarang ini jaman amburadul, utamanya kaum wanita dalam soal busana. Nggak abis pikir memang.
Mereka mengusung feminisme..
Sebagian feminis dan yang sekonco dengannya berkata, "Jilbab itu tidak wajib. Saya merasa tidak perlu itu. Yang terpenting adalah menjilbabkan hatinya dulu. Banyak kok yang berjilbab tapi hatinya busuk."